Berita RadarKota |
|
Senin, 17 Mei 2004 Cerita Mistis Dua Gadis Cilik yang Tewas Terbakar Warga Melihat Dua Gadis Misterius Lewat di Depan Rumah ,- PUING-PUING bekas kebakaran tampak berserakan di Gang Seroja, Jalan Kelayan A, Banjarmasin Selatan. Di sisi puing-puing itu, seorang warga tampak sedang mengais-ngais tumpukan puing bekas kebakaran, sepertinya berusaha mencari sisa- sisa harta bendanya yang mungkin masih bisa dipergunakan. Tewasnya Rita (11) serta Linda (6), kakak beradik secara mengenaskan dalam musibah kebakaran besar Sabtu (15/5) dinihari lalu ternyata meninggalkan sebuah misteri. Sebab, ada ceritera yang lumayan menarik dikemukakan Masniah, salah seorang warga, yang rumahnya nyaris luput dari musibah Sabtu dinihari itu. Menurut dia, Jum'at sore, beberapa jam sebelum kejadian itu, ia melihat dua orang gadis cilik berusia sekitar sepuluh tahunan melintas di hadapan rumahnya. Kedua gadis tersebut rambut panjang lewat bahu, parasnya lumayan cantik, dan ketika melintas di depan rumahnya menebarkan aroma wangi-wangian. "Ketika itu saya memang tidak terlalu memperhatikan kedua gadis itu. Karena, jalan ini 'kan jalan umum. Jadi biasa saja, kalau ada orang asing lewat di sini," tambah Masniah. Jum'at malam itu, udara di lingkungan dekat rumah Masniah memang terasa lebih hangat dan gerah dari biasanya. Masniah tidak pernah terpikir, panas dan karena apa. Tetapi, ketika masih terlelap dalam tidur, tiba-tiba Masniah mendengar banyak orang yang berlarian di sisi rumahnya sambil berteriak. "Toloooong.....Api.... Api ...Api". Mendengar teriakan tersebut, dan ribut-ribut orang berlarian, Masniah pun segera banagkit dari temopat tidurnya. Setelah keluar rumah, Masya Allah... Dia menyaksikan di depan rumahnya langit sudah memerah. Api besar sedang melumat habis tetangga yang jaraknya tidak beberapa meter dari rumahnya sendiri. Masniah menjadi gemeteran. Saking terkejutnya, ia hampir tak mampu lagi berdiri. Sementara itu, api kian menjadi-jadi, dan kira-kira tinggal setengah meter dari rumahnya. Maka tanpa pikir panjang lagi dia kemudian meloncat, meninggalkan rumahnya. Di tengah kepanikan itu, sejumlah Barisan Pemadam Kebakaran datang memberikan bantuan, berusaha melokasir dan memadamkan api yang masih melahap sejumlah rumah tetangganya. Menurut Masniah, api memang sangat cepat membesar. Hanya dalam beberapa menit saja, puluhan rumah hangus menjadi abu. Tetapi, rumahnya yang tinggal setengah meter dari rumah tetangganya yang ludes dilahap api, ternyata selamat. "Alhamdulillah. Rumah saya memang selamat," ujarnya. Tapi, apa hubungannya kebakaran yang meluluhlantakkan puluhan rumah warga di Gang Seroja tersebut dengan ceritera Masniah tentang dua gadis cilik berambut panjang sebahu, yang wajahnya lumayan cantik dan menebarkan aroma harum itu? "Entahlah. Saya sendiri tidah tahu, apa ada hubungannya. Saya cuma heran, kedua gadis itu tidak pernah terlihat lewat di kampung saya ini. Tapi, ketika dia lewat, badannya menebarkan aroma harum, dan sempat tersenyum dengan saya," kata Masniah. (mr-52) |
|
Senin, 21 Desember 2009
Minggu, 20 Desember 2009
cerita mistis
PESONA keindahan Situ Cileunca di Kp.
Cibuluh Desa Pulosari Kec. Pangalengan Kab. Bandung.* HAZMIRULLAH/”PR”
SITU Cileunca berada 45 km sebelah selatan Kota Bandung, tak jauh dari Kota Kecamatan Pangalengan. Genangan air seluas 180 hektare itu diapit dua desa, yakni Warnasari dan Pulosari. ”Sebenarnya, Situ Cileunca itu ada dua buah. Cileunca Satu memiliki luas 210 hektare dan ini, Situ Cileunca Dua, memiliki luas 180 hektare,” ungkap Asep Jabog (50), salah seorang tokoh masyarakat setempat, kepada ”PR”, belum lama ini.
Ia berkisah, dulu, Situ Cileunca merupakan kawasan milik pribadi seorang Belanda. ”Namanya Kuhlan,” katanya.
Pembangunan situ tersebut dilaksanakan selama 7 tahun (1919-1926) dengan cara membendung aliran kali Cileunca. ”Uniknya, berdasarkan penuturan orang-orang tua dulu, situ ini dibangun oleh banyak orang. Tak menggunakan cangkul, tapi menggunakan halu,”ujarnya.
Pembangunan situ tersebut, tuturnya, dikomandani dua orang pintar, yakni Juragan Arya dan Mahesti. Maka, tak heran, makam Mahesti dijadikan tempat keramat oleh masyarakat setempat. ”Soal yang suka berkunjung, tak cuma orang sini, tapi banyak juga orang dari luaran,” kata Ade Rowi (35), salah seorang tukang perahu di sana.
Ada banyak kisah mistis di Situ Cileunca. Satu yang sering didengar orang adalah ”pertunjukan wayang”. Asep Jabog membenarkan hal tersebut. ”Tapi, sekarang, sudah jarang terdengar. Da kalakumaha oge, sanget mah kumaha sungut, ceuk basa Sundana mah. Dulu, berdasarkan cerita, ada sekelompok penabuh wayang (dalang berikut para sinden dan nayaga,- red.) yang tenggelam di Situ Cileunca. Sejak itu, masyarakat sering mendengar raramean. Padahal, tidak ada apa-apa,” kata Asep.
Asep juga mengatakan, sebenarnya, ada dua siluman yang terkenal di Situ Cileunca. Lulun Samak dan Dongkol. Lulun Samak adalah “sesuatu” yang mematikan dengan cara menggulung mangsa. Sementara, Dongkol adalah “sesuatu” yang berwujud kepala kerbau.
”Tapi, sekarang, keduanya sudah tidak ada lagi di sini. Dengar-dengar mah, ada di Situ Bagendit. Soalnya, Situ Cileunca ini ’berhubungan’ dengan dua situ lainnya, yakni Bagendit dan Patengan. Coba saja lihat, kalau Cileunca surut, yang lainnya juga surut,” ujar Asep Jabog.
Hingga kini, kisah mistis di Situ Cileunca tetap saja berlangsung. Tentu, dalam taraf yang tidak membahayakan. ”Ya, jangan terkejut ketika berkemah di sini ada yang tiba-tiba nimbrung,” ujar Asep.
Satu hal yang dia khawatirkan adalah situasi objek wisata yang memanas. Dalam penilaiannya, penempatan kompleks peristirahatan di Situ Cileunca tidaklah tepat. “Jigana, baheula, keur nyieunna teu make bismillah-bismillah acan. Jadi, menta tumbal. Saya khawatir, tumbal yang diminta itu terjadi dalam waktu dekat ini. Soalnya, situasi di tempat tersebut, akhir-akhir ini, memanas,” ujar Asep Jabog.
“Ayam kampung”
Di siang hari, apalagi ketika langit cerah, Situ Cileunca benar-benar memanjakan pengunjung dengan keindahan alamnya. Dari atas perahu yang melaju perlahan di riak tenang air danau, pengunjung dapat memutar pandangan, menatap hamparan hijau kebun teh. Nun jauh di sana, tiga gunung berdiri dengan jemawa. Gunung Malabar, Wayang, dan Gunung Windu.
“Malam hari, di sini juga ramai. Banyak ayamnya. Bukan ayam biasa. Ditanggung nikmat,” Ade Rowi berucap. Tak berseloroh dia. Meski tak tahu persis berapa jumlah “ayam” yang ada, Ade mengaku bisa mempertemukan pelanggan. Tinggal mengontak koordinator. “Soal tempat, kebanyakan orang menggunakan fasilitas saung di kampung seberang danau. Sewanya, Rp 150.000,00 semalam,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, “ayam-ayam kampung” yang ada di sana tak berlaku agresif. Dalam kesehariannya, mereka beraktivitas sebagaimana biasa. Malam pun, mereka tak kelayapan, agresif mencari pelanggan. “Nah, kalau ada yang pesan, barulah mereka keluar rumah. Kalau enggak, ya tinggal saja di rumah,” tuturnya.
Kebanyakan, katanya, “ayam-ayam kampung” m